Rabu, 04 Juni 2014

Identitas Islam, Nasidaria vol. 17

Islam itu ajarannya
Muslim itu orangnya
Banyak orang yang lupa
sebagian ajarannya 2x
Agar jangan kehilangan
Identitas yang disyaratkan 2x
Ruku' dan sujudlah pada
ALLAH2x

Reff.
Kalau sudah demikian
Sujudmu harus terbukti
Menjadi amal kebajikan
hidup di dunia ini..2x
Jangan hanya ucapan dan tulisan
Tapi terpuji dalam perbuatan2x
Itulah identitas Islaam
Yang terkandung dalam al qur'an 2x

Selasa, 13 Mei 2014

Untuk Apa Kita Ada?

Kalau direnungi secara dalam, seorang
manusia hadir di dunia benar-benar hanya
sesaat saja, seperti sekejab mata jika di
bandingkan dengan usia bumi yang sudah
sangat tua. Ibarat matahari yang nampak
terlihat, terbit dan tenggelam begitu lah
perjalanan hidup manusia di dunia ini. Yang
membedakannya, matahari terbit dan
tenggelam kemudian terbit lagi dan
tenggelam lagi dan seterusnya, sementara
seorang manusia terbit dan tenggelam,
kemudian tidak akan pernah terbit lagi untuk
selamanya.

Kehidupan yang sesaat diberikan oleh Tuhan
kepada manusia tidak lain agar manusia bisa
memberikan pengabdian terbaik kepada-Nya,
kepada sesama manusia dan seluruh alam
sehingga manusia tersebut benar-benar
menjadi orang yang bermanfaat. Sebagian
lahir dengan mengikuti kodrat alamiah
manusia sebagai pengabdi untuk membuat
kehidupan di bumi menjadi lebih baik.

Sementara sebagian manusia hidup di dunia
ini dalam kondisi tidak kreatif, lahir menjalani
kehidupan, kemudian meninggal dunia,
berlalu seperti debu yang tertiup angin di
musim panas. Kehadiran dan
ketidakhadirannya di dunia tidak memberikan
pengaruh apa-apa, dan inilah kebanyakan
manusia.

Ada juga manusia yang hadir di dunia ini
memberikan warna hitam, kehadirannya
mempersuram kehidupan di muka bumi
dengan berbagai kerusakan yang
dilakukannya. Setelah dia berlalu sesuai
dengan umur yang diberikan Tuhan, dia
kemudian meninggalkan warisan hidup
berupa kekacauan dan ketidakserasian.

Tentang hal ini, saya teringat pertanyaan Guru
kepada saya, "Untuk apa Tuhan menciptakan
daun jelatang?". Jelatang adalah salah satu
jenis semak yang batang dan daunnya sangat
gatal bila disentuh. Jelatang sepintas lalu
tidak bisa dimanfaatkan untuk apapun oleh
manusia, hanya mengganggu saja. Saya tidak
bisa menjawab pertanyaan Guru tentang
jelatang tersebut dan kemudian Beliau
menjawab sendiri, "Untuk meramai-ramaikan
dunia".

Jadi kehadiran Jelatang di muka bumi ini
hanya untuk membuat bumi menjadi ramai,
tidaka lebih dan tidak kurang. Lalu bagaimana
kehadiran kita di dunia yang fana ini? Apa
sama dengan Jelatang?

Tuhan menciptakan rumput untuk dimakan
kambing, Tuhan menciptakan kambing untuk
dimakan manusia, Tuhan menciptakan
manusia untuk?

Tuhan menciptakan plankton untuk di makan
ikan, Tuhan menciptakan ikan untuk dimakan
manusia, Tuhan mencipakan manusia untuk?

Kalau kita tidak mengetahui untuk apa tujuan
Tuhan menciptakan manusia, berarti
kehadiran kita di dunia ini sama dengan
kehadirat ikan, rumput, kambing dan lain-lain,
hanya sebagai pelengkap agar dunia ini
menjadi ramai.

Tuhan menciptakan manusia dengan tujuan
yang sangat istimewa, untuk mengabdi
kepada-Nya lewat ibadah dan lewat aktifitas
sehari-hari yang bisa memberikan manfaat
kepada semua. Nabi juga pernah memberikan
nasehat tentang hal ini dimana manusia
terbaik menurut Beliau adalah manusia yang
paling bermanfaat untuk sesama.

Semakin memberikan manfaat kepada
sesama, maka semakin baik nilai manusia
dimata Allah dan Rasul-Nya. Atas dasar itu,
harapan Nabi kepada Ummatnya agar dalam
kehidupan yang dijalani hendaknya bisa
menjadi rahmat bagi keluarga, lingkungan
dan bisa menjadi rahmat bagi seluruh Alam.

Dalam kehidupan yang sangat singkat ini,
mari kita renungkan dalam-dalam tentang
apa yang telah kita lakukan di dunia ini,
apakah telah sesuai dengan tujuan
penciptaan sebagai pengabdi yang
memberikan manfaat untuk semua atau
keluar dan tujuan tersebut, memberikan
kerusakan dan kehancuran bagi kehidupan
manusia dan makhluk lain.

Semoga kita termasuk jenis manusia yang
kehadiran kita di dunia dalam waktu singkat
bisa memberikan warna indah bagi dunia dan
isinya sehingga ketika kita kembali kehadirat-Nya akan disambut oleh Allah dengan penuh
kerinduan, karena kita telah menyelesaikan
tugas-Nya sebagai penyebar kebaikan di
muka bumi.

Amin ya Rabbal 'Alamin

http://sufimuda.net/2014/05/13/untuk-apa-kita-ada/

Kamis, 08 Mei 2014

Ketika Ditimpa Musibah (2)

Bagi orang beragama, cara terbaik yang harus
dilakukan ialah kembali kepada Tuhan. Kita
harus yakin, sebesar apa pun sebuah problem
pasti masih di ambang batas kemampuan
hamba-Nya.

Allah SWT, Tuhan Yang Maha Pengasih, tidak
mungkin membebani sesuatu di luar batas
kemampuan dan daya dukung hamba-Nya.
"Allah tidak akan membebani hamba-Nya
melainkan sesuai dengan kesanggupannya." (QS
al-Baqarah [2]: 286).

Dalam perspektif tasawuf, musibah atau
kekecewaan hidup adalah salah satu wujud
"surat cinta" Tuhan kepada hamba-Nya.
Mungkin Tuhan merindukan hamba-Nya, tetapi
yang bersangkutan terkecoh dan tersesat
dengan kesenangan duniawi.

Akhirnya, Tuhan mengutus musibah atau
kekecewaan kepadanya dan ternyata ia secara
efektif kembali kepada Tuhannya.

Seseorang yang hidup di dalam kemewahanan
atau dalam kondisi berkecukupan sering kali
lebih sulit untuk melakukan pendakian (taraqqi)
kepada Tuhannya karena semua kebutuhannya
terpenuhi.

Kiat menyikapi musibah, kita harus tawakal,
menyerahkan diri secara total dan sepenuhnya
kepada Allah SWT. Allah SWT sedang mencintai
hamba-Nya dan ingin menyelamatkannya dari
siksaan lebih pedih dan lama.

Nabi pernah bersabda: "Tidaklah seorang
Muslim ditimpa musibah, kedukaan, penyakit,
kesulitan hidup, kesengsaraan, hingga semisal
duri yang menusuk kakinya, melainkan itu
semua berfungsi sebagai pencuci dosa masa
lampau." (Muttafaq Alaih).

Dalam kesempatan lain, Rasulullah menegaskan
dalam hadis dari Anas RA yang diriwayatkan
Turmudzi: "Jika Allah SWT menghendaki
kebaikan kepada hamba-Nya maka Ia
menyegerakan siksaan-Nya (di dunia) dan jika
Allah SWT menghendaki sebaliknya kepada
hamba-Nya maka Ia menunda siksaan-Nya di
hari kiamat."

Musibah dan kekecewaan tidak mesti diratapi
terlalu lama. Sering kali kita harus bersyukur
bahwa musibah memang membawa
kekecewaan hidup, tetapi pada saat bersamaan
kita bisa merasakan adanya kedekatan khusus
diri kita dengan Tuhan.

Sering kali justru rasa kedekatan itu lebih
menonjol ketimbang rasa kekecewaan itu. Ini
artinya, musibah membawa nikmat dan betul-betul musibah terasa sebagai "surat cinta"
Tuhan kepada kekasih-Nya.

http://m.republika.co.id/berita/dunia-islam/gaya-sufi/14/05/08/n58gec-belajar-dari-suasana-batin-ketika-ditimpa-musibah-2