Selasa, 30 Maret 2010

Serangan Jantung

Oleh Lie Charlie, Sarjana Bahasa Indonesia.

FRASE serangan jantung (heart attack) cukup sering kita dengar dan baca. Karena sering mendengar dan membaca frase ini serta merasa kurang-lebih sudah memahami maknanya, kita tidak pernah mempertanyakan lagi kalau-kalau frase tersebut dapat ditafsirkan berbeda. Serangan jantung selama ini dimaknai sebagai penyakit yang menyerang jantung. Ada kalanya korban meninggal dunia, termasuk Michael Jackson (25 Juni 2009) dan Mbah Surip (4 Agustus 2009).

Coba ucapkan dalam hati perlahan-lahan: s e r a n g a n… j a n t u n g… Bukankah kata-kata ini juga bisa berarti jantung menyerang kita, selain bermakna penyakit menyerang jantung atau jantung diserang (sesuatu)? Bukankah serangan musuh artinya serangan yang dilakukan musuh? Apabila ditarik garis korelasi vertikal ke atas, kata serangan, baik dalam frase serangan jantung maupun serangan musuh, kedua-duanya bermuara pada kata kerja serang atau menyerang.

Sesungguhnya frase serangan jantung memang mengacu kepada pengertian serangan kepada/terhadap jantung, tetapi dapat ditafsirkan bermakna serangan yang dilakukan jantung. Serangan jantung merupakan hasil terjemahan dari frase bahasa Inggris heart attack yang relatif tidak akan disalahpahami karena pembentukannya menggunakan kata dasar. Oleh karena itu, heart attack langsung dapat dianggap frase Inggris berkonstruksi MD (menerangkan diterangkan) dalam arti ”serangan yang berhubungan dengan jantung” saja.

Di sini terjadi pemahaman berdasarkan struktur terhadap kata heart attack dan pemahaman yang mengacu kepada makna terhadap frase serangan jantung. Pemahaman yang mengacu kepada makna sering melahirkan salah paham, maka hendaknya kata-kata dipahami secara struktural.

PERHATIKAN bahwa pemahaman berdasarkan makna akan membuat kita memperbedakan kata turunan, contohnya, tulisan (hasil menulis; bukan alat untuk menulis) dengan gantungan (alat/sarana untuk menggantung; bukan hasil menggantung), padahal kedua kata turunan tersebut berkonstruksi sama, ”kata kerja + akhiran -an”. Pada sudut lain, tata bahasa struktural hanya melihat bahwa akhiran -an berfungsi membendakan kata kerja. Titik.

Terakhir, Sudjiwo Tedjo pernah kembali mempermasalahkan kata pimpinan yang selama ini dianggap sering dipergunakan secara tidak tepat. Jika ditelaah dengan pemahaman berdasarkan makna, boleh jadi, kata pimpinan memang bermakna ”hasil memimpin” (bukan ”seseorang yang memimpin”), apalagi dapat diperbandingkan secara analogis dengan kata turunan lain, seperti: asuhan atau bimbingan. Singkatnya, pakailah saja kata pemimpin untuk menyatakan orang/dewan yang memimpin.

Akan tetapi, bukankah kita juga dapat memperbandingkan kata turunan pimpinan dengan kata turunan lain, misalnya, gantungan atau parutan yang berarti alat/sarana/sesuatu yang dipakai untuk melakukan pekerjaan menggantung atau memarut? Sanggahan terakhir barangkali akan menyatakan bahwa kata pimpinan harus dibandingkan dengan kata turunan yang sama-sama berasal dari kata kerja abstrak. Namun ingat, kata ajaran tidak bermakna ”hasil mengajar”, tetapi ”hal yang diajarkan”.

Memahami kata dengan mereka-reka maknanya boleh saja, tetapi memahaminya berdasarkan bentuknya lebih afdal. Pokoknya, akhiran -an berfungsi membendakan kata kerja. Pimpinan adalah kata benda yang berkorelasi dengan kata kerja pimpin; dan artinya bisa ”hasil memimpin” atau ”sesuatu (benda) yang memimpin”. Serangan adalah kata benda yang berkorelasi dengan kata kerja serang dan artinya dapat ditafsirkan lebih dari satu, tetapi pasti berhubungan dengan hal menyerang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar